PSM Makassar dan Persib Bandung bisa dikatakan setali tiga uang soal nasib selama berkiprah di turnamen Indonesia Soccer Championship (ISC) A 2016. Sama-sama berstatus klub tradisional, tapi sama-sama juga bernasib sial meski memiliki materi pemain yang tergolong mumpuni.
Persib dan PSM di ISC A 2016 kalah bersaing dengan klub lain yang sebenarnya bisa dikatakan baru muncul pada dua sampai tiga dekade terakhir. Seperti Persipura Jayapura yang 'baru' mulai menemukan jati dirinya sejak keberhasilan tim sepak bola Irian Jaya (Papua) meraih emas PON 1993 dengan memunculkan beberapa pemain muda potensial seperti Chris Yarangga, Ritham Madubun, Alex Pulalo, Izaac Fatari dan lainnya.
Kemudian Arema Cronus, klub yang bagi sebagaian Aremania dianggap lahir di saat klub ini mengalami dualisme kepengurusan dan konflik internal pada rentang 2010-2012 lalu.
Bahkan Maung Bandung dan Juku Eja kalah bersaing dari dua klub yang sebenarnya lahir tanpa fondasi tradisi sepak bola yang kuat. Madura United klub lahir dari proses akuisisi terhadap Pelita Bandung Raya (PBR).
Lalu Sriwijaya FC yang embrionya adalah Persijatim Jakarta Timur/Solo FC. Ataupun Bhayangkara FC yang harus beberapa kali melakukan ritual 'bubur bereum bubur bodas' atau ganti karena kuatnya idealisme para Bonek yang hanya mengakui 'Satu Persebaya'.
Sebagai klub yang punya tradisi kuat ditambah materi pemain yang juga sebenarnya berpotensi menciptakan kekuatan yang mumpuni, terdampar di papan tengah klasemen sepertinya jadi hal yang aneh buat Maung Bandung dan Juku Eja.
Persib, jangan tanya seberapa besar nafsu Maung Bandung dalam perburuan pemain. Selalu saja ada pemain label bintang yang datang ke markas Persib dari musim ke musim. Di ISC A 2016, Robertino Pugliara dan Juan Carlos Belencoso adalah contohnya. Menyusul kemudian Sergio van Dijk yang diajak 'pulang' oleh petinggi Maung Bandung, ditambah Diogo Ferreira dan Marcos Flores yang tiba di putaran kedua.
Sayangnya terutama Belencoso entah kenapa setelah tergolong tampil baik di turnamen Bhayangkara Cup 2016, dia seperti lupa tugas utamanya sebagai penyelesai setiap peluang hingga akhirnya didepak Maung Bandung karena tak satupun gol diciptakannya.
Begitupun dengan PSM. Padahal sama halnya dengan Persib (meski tak sementereng Persib), Juku Eja pun ditunjang sejumlah pemain sarat pengalaman dan berkualitas, seperti Syamsul Chaerudin, Ferdinand Alfred Sinaga, Rasyid Bakri, Rizky Pellu, yang dipadukan dengan sejumlah pemain muda potensial seperti Maldini Pali, Muchlis Hadi Ning, dan Achmad Hisyam Tolle.
Namun Luciano Leandro gagal meramu mereka jadi kekuatan yang bisa konsisten meraih poin dari pertandingan ke pertandingan. Sama halnya dengan Persib yang mendepak Dejan Antonic, Juku Eja pun memutuskan menendang Luciano dan memilih mendatangkan kembali Robert Rene Alberts yang pernah menangani Juku Eja beberapa tahun sebelumnya.
Begitupun dengan Persib yang kembali bernostalgia dengan menunjuk kembali Djadjang Nurdjaman sebagai pelatih kepala setelah sebelumnya untuk sementara tim ditangani Asisten Pelatih Herrie Setiawan.
Bersama Robert Rene Alberts, PSM perlahan tapi pasti mulai bangkit dari keterpurukan. Bahkan mereka sempat menorehkan catatan tak terkalahkan dalam 10 laga terakhir sebelum dihentikan oleh Arema Cronus.
(Lagi-lagi) sama halnya dengan Persib, PSM pun mendatangkan sejumlah pemain lokal dan asing yang untuk ukuran Indonesia levelnya cukup tinggi karena pengalamannya. Untuk lokal, nama Titus Bonai jadi jaminan. Sedangkan di barisan pemain asing ada Wiljan Pluim yang sempat memperkuat sejumlah klub Eredivisie Belanda seperti Vitesse Arnhem, Willem II, dan Roda JC Kerkrade.
Kemudian Kwon Jun, bek tengah asal Korsel yang namanya sempat dikaitkan dengan Persib. Lalu Ronald Hikspoors yang sempat jadi anak buah Rene Alberts saat menangani klub Liga Malaysia Sarawak FA dan bomber asal Brasil Luis Ricardo. Dari ketiga nama legiun asing yang didatangkan, Luiz Ricardo sempat menyita perhatian karena dia sukses membuktikan ketajamannya.
Dari tiga pertandingan yang dijalani bersama Juku Eja, empat gol berhasil diciptakan pemain yang sempat mencicipi karier di klub Liga Brasil Guarani itu. Sayang cedera parah menghantamnya dan membuat striker berusia 27 tahun itu harus istirahat panjang.
Meski sejauh ini sama-sama menjalani turnamen ISC dalam kondisi labil karena inkonsisten dari segi permainan maupun hasil akhir. Namun bagi Djadjang Nurdjaman pertemuan Juku Eja dengan Maung Bandung akan selalu menarik karena sarat memori atau sejarah persaingan kedua klub di masa lampau.
"Pertandingan ini akan menarik seperti pertemuan pertama waktu di Bandung. Apalagi kalau lihat sejarah ya, dulu orang-orang sangat menantikan kalau Persib ketemu PSM atau PSMS (Medan)," papar Djanur.(*)
Komentar
Posting Komentar