Persib melawan Persija di kompetisi Perserikatan 1987. via Google Images |
Salah satunya adalah menggelar pertandingan charity atau laga amal untuk mengumpulkan donasi bagi mereka yang membutuhkan. Seperti untuk kepentingan penelitian kesehatan, bantuan bagi korban bencana alam dan lain sebagainya. Beberapa bintang sepak bola dunia dikenal cukup rajin jadi inisiator laga amal, salah satunya adalah mantan bintang Manchester United dan timnas Inggris, David Beckham.
Di Indonesia sejumlah pemain profesional di Tanah Air sempat menggelar pertandingan amal untuk rekan seprofesi yang nasibnya kini kurang beruntung akibat dililit cedera parah seperti Alfin Tuasalamony dan M Nasuha di Solo dan Sleman, awal Februari 2016. Tak hanya untuk Alfin dan Nasuha, hasil pendapatan dari laga tersebut juga disumbangkan kepada pelatih, pemain, dan mantan pemain yang membutuhkan.
Laga amal juga dilakukan oleh Persib Bandung dan Perses Sumedang di Stadion Ahmad Yani, Kabupaten Sumedang, 25 September 2016. Pertandingan tersebut sengaja digelar untuk mengumpulkan dana bagi warga korban banjir bandang di Sumedang dan Garut. Hasilnya berkat animo luar biasa bobotoh, laga ini bisa mengumpulkan dana lumayan besar untuk disumbangkan kepada para korban.
Memanfaatkan kekuatan sepak bola yang bisa membuat lapangan hijau jadi arena untuk beramal di Indonesia sebenarnya sudah dilakukan sejak era kompetisi Kejurnas PSSI atau dikenal juga dengan nama Perserikatan.
Paling tidak itu yang dilakukan oleh Persib Bandung dan Persija Jakarta bersama PS Siliwangi yang berpartisipasi dalam pertandingan segitiga di Stadion Siliwangi, 6-8 September 1957. Persib, Persija, dan PS Siliwangi rela berkeringat di lapangan demi tugas mulia.
Ketiga tim menggelar laga uji coba segitiga untuk mengumpulkan dana bagi korban banjir yang saat itu melanda sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk Bandung, khususnya Bandung Selatan yang berdasarkan catatan sejarah telah jadi wilayah langganan banjir sejak awal abad ke-19 dan masih terus terjadi hingga sekarang.
Dulu Persib dan Persija memang bukanlah dua tim yang berseteru, sehingga embel-embel laga klasik pun menjadi terasa 'sumir' saat dilekatkan untuk menggambarkan duel Maung Bandung dan Macan Kemayoran di era sekarang.
(Mungkin) banyak bobotoh, terutama yang sudah mengikuti perkembangan dan mendukung Persib sejak era Perserikatan lebih setuju menyebut duel klasik itu ketika Maung Bandung jumpa PSMS Medan, atau PSM Makassar, atau bisa juga Persebaya Surabaya.
Untuk menarik minat warga untuk datang berduyun-duyun datang ke Stadion Siliwnagi menyaksikan laga amal ini, panitia pertandingan melakukan berbagai cara. Salah satunya dengan memasang iklan di media cetak terkait jadwal pertandingan dan harga tiket yang dijual.
"HEBAT!! SERU!! HEBAT
PERTANDINGAN BESAR SEPAK-BOLA DI STADION SILIWANGI
PENDAPATAN 100% UNTUK MENJOKONG KORBAN BADJIR
Tgl 6 SEPTEMBER 1957: Kes. PERSIB - Kes. SILIWANGI (Mulai djam 16.30)
Tgl 7 SEPTEMBER 1957: Kes. Siliwangi - Kes. PERSIDJA (Mulai djam 16.30)
Tgl 8 SEPTEMBER 1957: Kes. PERSIB - Kes. PERSIDJA (Mulai djam 16.00)"
Demikian sebagian dari isi pesan yang disampaikan melalui iklan tersebut.
Meski hanya iklan usang dari masa lampau, namun iklan tersebut memiliki pesan lebih dari sekadar dokumen sejarah.
Iklan jadul tersebut menjadi terasa kontradiktif jika melihat situasi sekarang. Ketika Persib dan Persija bertemu faktor keamanan selalu jadi isu utama, tengok saja seperti apa pengawalan yang dilakukan ketika Maung dan Macan terlibat duel.
Semuanya dimulai dari gesekan suporter kedua tim pada akhir era 1990-an. Perseteruan suporter kedua tim yang terus berkembang dan terasa sangat sulit dikontrol karena kerap menimbulkan korban jiwa. Membangun dendam dan menebar kebencian terlihat lebih kentara dibandingkan membangun perdamaian.(*)
Komentar
Posting Komentar