Liga 1 2017 baru memasuki pekan ke-5 alias periode awal kompetisi. Namun, margin poin yang tipis di antara para kontestan, khususnya tim-tim penghuni ”10 Besar” klasemen menjadi isyarat, persaingan bakal berlangsung ketat hingga pengujung kompetisi kelak.
Bukan melulu tentang selisih angka. Pertanda sengitnya kompetisi juga nyata pada fanomena kemenangan tandang yang bisa diraih oleh banyak tim. Ya, berlaga di markas sendiri kini tak lagi memberi garansi tuan rumah bakal membuat lawan menyerah.
Sejumlah tim sudah membuktikannya. Bhayangkara FC yang pada laga sebelumnya kalah di markas sendiri oleh PS TNI, ternyata sanggup menang di Palembang, tempat Sriwijaya FC biasanya mengubur lawan-lawannya. Bali United FC yang sebelumnya dipukul oleh Persipura Jayapura di kandang sendiri, kemudian mampu menang di markas Persela Lamongan.
Madura United bisa merampok tiga poin kemenangan dari kandang Persija Jakarta yang didukung total Jakmania. Persib yang musim lalu takluk di Gresik, akhir pekan kemarin bisa membawa tiga angka.
Hal yang paling menarik tentu saja kesuksesan PSM Makassar menghajar Perseru Serui di Stadion Marora. Kemenangan itu bernilai sejarah lantaran sebelumnya Perseru punya rekor fantastis tak pernah kalah dalam 18 pertandingan kandang beruntun sejak Indonesia Soccer Championship (ISC) 2016.
Bek sayap Persib Bandung Supardi Nasir Bujang mengaku sudah tidak kaget dengan fenomena kemenangan tandang yang membuat kompetisi menjadi sengit. Menurut Supardi, isyarat ketatnya kompetisi Indonesia sudah menguat sejak ISC tahun lalu. Menurut dia, meski bukan kompetisi resmi di bawah supervisi FIFA, ISC menghadirkan persaingan ketat karena kekuatan merata yang dimiliki tim-tim peserta.
"Jadi kalau musim ini kompetisi sudah ketat sejak awal, ya tidak aneh. Karena memang sejak ISC juga sudah kelihatan. Kekuatan tim-tim nyaris seimbang, tidak ada yang benar-benar superior, termasuk di kandang sendiri. Buktinya tidak ada yang selalu menang meski memang ada yang tidak pernah kalah di kandang, seperti Persib," ujar Supardi.
Mantan pemain Sriwijaya FC itu menegaskan, kesetaraan kualitas dan isyarat bakal ketatnya persaingan adalah peringatan buat seluruh pemain Persib. Menurut dia, konsistensi performa, baik secara individu maupun sebagai tim merupakan syarat mutlak jika ingin menjadi juara.
Apalagi Liga 1 yang berformat kompetisi penuh membentangkan 34 pertandingan bagi masing-masing tim ini tak ubahnya seperti perlombaan lari maraton. Dibutuhkan performa dan energi stabil agar bisa mereguk poin pada setiap laga. Pelajaran itu dirasakan benar oleh Supardi saat membawa Sriwijaya FC juara LSI 2012 yang berformat kompetisi penuh.
"Harus main konsisten, itu wajib dalam kompetisi penuh. Kalau ada grafik turun, wajar, tapi jangan terlalu drastis dan berlangsung lama. Menurun pada satu pertandingan, selanjutnya harus bisa normal lagi. Kalau terlalu fluktuatif, bisa bahaya dan akan sulit bersaing," kata pemain yang menjadi andalan Persib saat juara Liga Super Indonesia 2014 itu.
Menapaki usia 34 tahun, Supardi Nasir masih menjadi elemen vital bagi lini pertahanan Persib. Akselerasi dan nalurinya dalam membangun serangan masih istimewa. Regulasi pemain muda memang membuat posnya di bek sayap kanan diisi oleh Henhen Herdiana. Namun dengan kualitas dan pengalamannya, pemain yang identik dengan nomor 22 itu tetap menjadi pilihan Pelatih Djadjang Nurdjaman. Dia diplot sebagai bek sayap kiri sehingga menggeser Tony Sucipto ke bangku cadangan.
Supardi selalu dimainkan dan sudah melahap 268 menit pertandingan. Meski tak lagi muda, peran sentral eks bek tim nasional itu masih terlihat jelas. Di mana pun Supardi bermain, dia akan menjadi tumpuan utama serangan.
Ketika Supardi diplot sebagai bek kanan, maka serangan Persib akan lebih banyak diinisiasi dari sisi tersebut. Begitu juga saat Supardi diberi peran di kiri.
"Tidak ada masalah bemain di kiri atau di kanan, saya tetap menikmati. Yang terpenting adalah bagaimana membangun komunikasi bagus dengan rekan setim, terutama pemain sayap yang tepat beroperasi di depan saya agar sinergi bisa bagus. Proses itu terutama dibangun dalam latihan," ujar Supardi.(*)
Sumber: Pikiran-rakyat.com
Bukan melulu tentang selisih angka. Pertanda sengitnya kompetisi juga nyata pada fanomena kemenangan tandang yang bisa diraih oleh banyak tim. Ya, berlaga di markas sendiri kini tak lagi memberi garansi tuan rumah bakal membuat lawan menyerah.
Sejumlah tim sudah membuktikannya. Bhayangkara FC yang pada laga sebelumnya kalah di markas sendiri oleh PS TNI, ternyata sanggup menang di Palembang, tempat Sriwijaya FC biasanya mengubur lawan-lawannya. Bali United FC yang sebelumnya dipukul oleh Persipura Jayapura di kandang sendiri, kemudian mampu menang di markas Persela Lamongan.
Madura United bisa merampok tiga poin kemenangan dari kandang Persija Jakarta yang didukung total Jakmania. Persib yang musim lalu takluk di Gresik, akhir pekan kemarin bisa membawa tiga angka.
Hal yang paling menarik tentu saja kesuksesan PSM Makassar menghajar Perseru Serui di Stadion Marora. Kemenangan itu bernilai sejarah lantaran sebelumnya Perseru punya rekor fantastis tak pernah kalah dalam 18 pertandingan kandang beruntun sejak Indonesia Soccer Championship (ISC) 2016.
Bek sayap Persib Bandung Supardi Nasir Bujang mengaku sudah tidak kaget dengan fenomena kemenangan tandang yang membuat kompetisi menjadi sengit. Menurut Supardi, isyarat ketatnya kompetisi Indonesia sudah menguat sejak ISC tahun lalu. Menurut dia, meski bukan kompetisi resmi di bawah supervisi FIFA, ISC menghadirkan persaingan ketat karena kekuatan merata yang dimiliki tim-tim peserta.
"Jadi kalau musim ini kompetisi sudah ketat sejak awal, ya tidak aneh. Karena memang sejak ISC juga sudah kelihatan. Kekuatan tim-tim nyaris seimbang, tidak ada yang benar-benar superior, termasuk di kandang sendiri. Buktinya tidak ada yang selalu menang meski memang ada yang tidak pernah kalah di kandang, seperti Persib," ujar Supardi.
Mantan pemain Sriwijaya FC itu menegaskan, kesetaraan kualitas dan isyarat bakal ketatnya persaingan adalah peringatan buat seluruh pemain Persib. Menurut dia, konsistensi performa, baik secara individu maupun sebagai tim merupakan syarat mutlak jika ingin menjadi juara.
Apalagi Liga 1 yang berformat kompetisi penuh membentangkan 34 pertandingan bagi masing-masing tim ini tak ubahnya seperti perlombaan lari maraton. Dibutuhkan performa dan energi stabil agar bisa mereguk poin pada setiap laga. Pelajaran itu dirasakan benar oleh Supardi saat membawa Sriwijaya FC juara LSI 2012 yang berformat kompetisi penuh.
"Harus main konsisten, itu wajib dalam kompetisi penuh. Kalau ada grafik turun, wajar, tapi jangan terlalu drastis dan berlangsung lama. Menurun pada satu pertandingan, selanjutnya harus bisa normal lagi. Kalau terlalu fluktuatif, bisa bahaya dan akan sulit bersaing," kata pemain yang menjadi andalan Persib saat juara Liga Super Indonesia 2014 itu.
Menapaki usia 34 tahun, Supardi Nasir masih menjadi elemen vital bagi lini pertahanan Persib. Akselerasi dan nalurinya dalam membangun serangan masih istimewa. Regulasi pemain muda memang membuat posnya di bek sayap kanan diisi oleh Henhen Herdiana. Namun dengan kualitas dan pengalamannya, pemain yang identik dengan nomor 22 itu tetap menjadi pilihan Pelatih Djadjang Nurdjaman. Dia diplot sebagai bek sayap kiri sehingga menggeser Tony Sucipto ke bangku cadangan.
Supardi selalu dimainkan dan sudah melahap 268 menit pertandingan. Meski tak lagi muda, peran sentral eks bek tim nasional itu masih terlihat jelas. Di mana pun Supardi bermain, dia akan menjadi tumpuan utama serangan.
Ketika Supardi diplot sebagai bek kanan, maka serangan Persib akan lebih banyak diinisiasi dari sisi tersebut. Begitu juga saat Supardi diberi peran di kiri.
"Tidak ada masalah bemain di kiri atau di kanan, saya tetap menikmati. Yang terpenting adalah bagaimana membangun komunikasi bagus dengan rekan setim, terutama pemain sayap yang tepat beroperasi di depan saya agar sinergi bisa bagus. Proses itu terutama dibangun dalam latihan," ujar Supardi.(*)
Sumber: Pikiran-rakyat.com
Komentar
Posting Komentar